Sunday, December 14, 2008

dalam waktu

Satu

seribu selamat tinggal telah kuucap, terperangkap hampa. aku dikalahkan waktu. pada bayang-bayang gelap, kau menetap.

aku meradang, mencoba membuang kenang!

kini aku sampai pada batas. merenung. mengapa meragu, mengapa tak tinggalkan saja segala dusta. mengapa tak kejar cahaya, dan suci cinta digenggaman

waktu telah berkata tentang segala. batin teriak, jiwa menjerit tak bersuara. takkan bergema ke hatimu, tak kan merasa, kini. jauh sudah.

mengapa masih meragu. luka membiru. biarkan berlalu. kuterobos batas, mampukah tak menoleh lagi.

semestinya kutuntaskan semua kebodohan. berhenti. memutus harap, kalau hanya memerihkan.

kamboja-bali

dua

“Waktu hanyalah reka,” katamu suatu ketika

“dan waktu melipatku dalam semesta, ” kataku

dia nisbi, tak pasti

tak ada yang abadi dalam maya,

kuterima realita. terpana mencari makna

tapi aku tahu

waktu juga

membuktikan

kesejatian cinta.

Ya Rabb, bebaskan aku dari ragu.

kuatkan melepas rasian

tak guna

akan kugenggam cahaya

yang kadang kulupa ada di jiwa

Rumahcinta, 13-15 Desember

Tuesday, December 9, 2008

Cinta gila dan mimpi

Trance. Aku baca beberapa komen—dari pakar tentunya—kalau Andrea seolah ‘trance’ sewaktu menulis tetralogi Laskar Pelangi. Rasanya akupun ikutan trance sewaktu membaca buku-bukunya, terutama, yang pertama dan ke empat. Atau lebih tepat gregetan atau justru kecanduan ya? Yang jelas aku tak sabar banget ingin membaca Maryamah beberapa minggu lalu mampir di Sastra Belitong ada postingan tentang pre-launch Maryamah Karpov. Ternyata aku kecele, pre-launch tapi belum launch dan tak ada di Gramedia Medan. Baru kemarin ’dendam’ terobati. Aku baca tuntas Buku Keempat dari sore, selesai siang ini. Tapi tentu saja tidak terus-menerus baca, diselingi tugas Ibu RT dunk ah, nyapu, masak, strika, neminin anak-anak main, joget-joget dengan Nay, dst…dst..eh back to the trance...

Sungguh rasanya tak tertahankan, berkali kali aku bilang ”Oh Tuhan” bagaimana nih orang bisa menulis begitu baik, aku tak punya kata yang tepat. Karyanya menyesapku, membuat tersenyum, terharu atau tertawa karena humornya yang asli menggelitik, atau tiba-tiba bersemangat karena semangat yang ditularkan mimpi-mimpinya. Dia sungguh genius, yang membuat setiap kata bermakna dan sayang kalau di skipped. Aku pernah merasakan hal ini dulu waktu ABG, membaca karya-karya Sidney Sheldon. Tapi kayanya Andrea lebih nyastra dari gaek itu.

Kedahsyatan cinta pertama—dibuku sebelumnya, telah membawa Ikal mengelilingi separuh dunia, mencari A Ling kekasih hati, melakukan hal-hal yang sepertinya mustahil. Ini yang membuatku penasaran banget bagaimana kelanjutan kisah A Ling dan Lintang tentunya, si genius yang nasibnya mengenaskan.

Kepiawaiannya menggambarkan sesuatu yang sederhana dengan detail yang menarik, membuatku sangat terkagum-kagum, terutama pengetahuannya tentang alam, pohonan dan burung-burung. Tentunya karena ilmu, kawan, ilmu! *Hehe..ketularan Andrea*

Kategori tulisanku ini, kukatakan tentang buku–tapi bukan review–sebab biasanya suka-sukaku sendiri, apa saja yang terasa, terpikir tentang buku dan orang-orang yang menginspirasi, dan tentunya aroma-aroma narsis—menghubung-hubungan dengan kehidupanku sendiri. Padahal Andrea sedikitpun tidak pernah mengesankan narsis walau novel ini berupa memoar. Sungguh kisah ini membuaiku ke masa lalu. Ketika Ikal dengan indahnya menggambarkan suasana ketika melakukan kegiatan di alam dengan ayahnya, seperti mengambil jambu mawar di hutan, aku terharu-haru ingat masa-masa indah dengan Papaku sendiri menyusuri bukit-bukit Sumpu di sekitaran Danau Singkarak, hiking, berburu tupai, lalu turun bukit ke sungai Sumpur dan Danau memancing. Aku dan dua adikku yang waktu itu masih anak-anak, biasanya berkecimpung (bermain air, bukan berenang beneran), biasanya di depan rumah keluarga Fariz R.M. sambil berharap doi tiba-tiba nongol hehe…padahal konyol banget, dianya kan di Jakarta yah.

Dan yang menohok rasa juga, kisahnya dengan A Ling…Toko Sinar Harapan yang mengingatkanku pada Toko Lain disuatu tempat, di zaman batu, lelaki Tiong Hoa bermata besar (aneh ya), kisah cinta pertama yang mirip-mirip…*ah stop here* ;)

Cinta Arai yang sedahsyat terjangan badai, duh membuat termehek-mehek. Lalu Lintang yang jenius telah menemukan Lentera Jiwanya, aku senang dia jadi juragan kopra dan tetap nge-einstein.

Pelajaran moral si Ikal yang ke-19: cinta bisa saja berbanding terbalik dengan waktu, tapi pasti berbanding lurus dengan gila. Bener banget!

Kekuatan mimpi yang ajaib, mampu membuat orang melakukan hal-hal luarbiasa, ketika Ikal membuat perahunya dengan bantuan Laskar Pelangi, menempuh bahaya demi sebuah mimpi untuk berjumpa belahan jiwa. Sempat aku berpikir, sungguhankah bagian ini?

“Tak ada harapan disana, tapi aku tahu, ” ucapnya pelan.

”Aku tahu, kita pasti bertemu lagi.” (MK-hal 431). (A Ling)

*Ah Ra, akankan kita bertemu lagi?*

Kalau soal bekerjakeras, ya Tuhan, aku salut pada para pekerja keras seperti Andrea dan teman-temannya itu. Dan ketika Ikal belajar menggesek biola, mau tak mau juga mengingatkanku pada masalalu, seorang sahabat dekat penggesek biola yang baru kutemukan lagi baru-baru ini, kini dosen seni musik di UNP. Duh Yens, aku rindu nada itu.

Sebagai novel tentu saja imajinasi tetap bermain, itulah kekuatan novel, bagiku yang penting, sebuah karya, adalah manfaatnya terhadap masyarakat. Percayalah kalau membaca novel ini, kamu akan ketularan semangat!

Kau bacalah ini, Rahasianya Ikal:

Kuberitahu satu rahasia padamu, Kawan

Buah paling manis dari berani bermimpi

Adalah kejadian-kejadian menakjubkan

Dari perjalanan menggapainya

Tapi aku benci endingnya, menyedihkan, tapi ini kisah nyata ya?

Ikal merasa ruh tercabut dari jasadnya, ketika ayahnya, orang yang paling dihormatinya di dunia, menyiratkan (sebab dia tak berkata) hal yang tidak bisa dipercaya ketika Ikal ingin melamar kekasih hati. Kiamatkah kau waktu itu Andrea? Aku mereka-reka, apakah “perbedaan”, penyebab ayah Ikal menolak A Ling ya? Duh Tuhan, perbedaan! Aku benciii.

Dan tak bisa dipungkiri sebuah jejak kenang masa lalu membayang-bayang; aku justru mematahkan putik bunga yang belum kembang karena kecut menghadapi bayangan penghadang, perbedaan!

Aku yang tergila-gila dengan karya Andrea tak pernah tahu kehidupan pribadiya, kemarin penasaran, lalu searching: nemu beberapa gossip, tapi katanya sih Andrea masih perjaka dan single loh hehe…Untung ya gue gak gila sama orangnya, tapi bagi jomblo boleh tuh usaha! ;)

Satu yang aku keberatan: Judulnya kok “Maryamah Karpov” sih, kenapa bukan “Mimpi-mimpi Lintang” saja? Soal Maryamah hanya sedikit sekali dibahas dan aneh kalau jadi judul.

Ayahanda Medan, 8 Desember 2008

About Me

My photo
Welcome to my Blog.... Mom, kids lover, nature lover, Islam and peace lover, like to read, write, travel. Darussalam, Banda Aceh. Indonesia.