tak bosan kutulis tentang mawar & embun
yang mengukir senyum
dan melati
mewangi hati
masih kusenandungkan tentang matahari
yang menghangatkan kabut memagut mimpi
dan kau disana
bercahaya
tak bosan kutulis tentang mawar & embun
yang mengukir senyum
dan melati
mewangi hati
masih kusenandungkan tentang matahari
yang menghangatkan kabut memagut mimpi
dan kau disana
bercahaya
Januari 21, 2009 oleh putirenobaiak | Sunting
Walaupun penangkapan terhadap gajah liar bukanlah pilihan, namun “kebijakan” itu terpaksa dilakukan pemerintah untuk mengatasi konflik gajah-manusia yang mulai merebak sejak tahun 1980-an, ketika hutan dataran rendah dibabat secara besar-besaran menjadi perkebunan, pemukimam, jalan, dsb. Sang Raksasa mulai kehilangan rumahnya. Hal itu terus berlanjut bertambah parah sampai saat ini: fragmentasi atau terpecah-pecahnya areal hutan , kerusakan habitat, dan berbagai kejahatan terhadap hutan seperti penebangan liar, perambahan, perburuan, dsb telah menimbulkan kerusakan terhadap hutan hujan kita dan tentu saja manusia. Bencana demi bencana begitu akrab dengan kita saat ini.
Sang Raksasa yang terlanjur “disekolahkan” di Pusat-pusat Konservasi Gajah di Sumatera seperti Lampung, Sumatera Selatan, Aceh, Riau, dll., ternyata menimbulkam masalah lain seperti besarnya biaya makanannya & kesehatan serta kurangnya aktivitas yang bisa membuat mereka tetap aktif, sehat dan bermanfaat.
Conservation Response Unit (CRU) adalah sebuah program yang digagas dan difasilitasi oleh Fauna & Flora International-Sumatran Elephant Conservation Programme sejak 2002. Konsep pemberdayaan gajah terlatih ini, adalah intervensi konservasi dengan menghubungkan konservasi in-situ (di habitat) dengan ex-situ (di luar habitat). Gajah dan mahout (perawat gajah) bekerjasama dengan masyarakat lokal, pemerintah dan NGO membantu melindungi hutan demi masa depan bumi.
Kolaborasi adalah suatu pilihan yang “harus” sebab dengan keterbatasan personil penjaga hutan dan dana, cukup sulit melindungi lebih dari 1 juta ha Taman Nasional Gunung Leuser misalnya, jika dikerjakan satu institusi saja. FFI-CRU, bekerjasama dengan dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Lesuer, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NAD serta Lembaga Pariwisata Tangkahan, bekerja di seputaran TNGL dengan aktivitas: patroli & monitoring, mitigasi konflik, education & Awareness, capacity building serta mendukung ekowisata.
Salah satu upaya mengatasi konflik gajah-manusia yang banyak terjadi di perbatasan Leuser, Tim CRU melakukan berbagai upaya & metode yang disesuaikan dengan sikon di daerah ybs (konflik sangat site specific). Selain bunyi-bunyian untuk menghalau gajah kembali ke habitatnya, satu teknik yang telah dicoba di daerah Damar Hitam, Sei Lepan, Langkat, Sumut, adalah dengan membuat penghalang di perbatasan antara kebun masyarakat dan hutan (jalan masuk gajah liar) dengan tali dan chili grease (cabe dan pelumas/gemuk bekas) untuk menghalangi gajah liar masuk ke kebun masyarakat. Namun dimusim hujan barrier ini cepat rusak.
Teman-temanku di CRU ingin mencoba metode yang pernah sukses dilakukan Tim FFI Cambodia yaitu dengan memakai CD bekas *“Hah? Gajah kok pakai CD? celana dalam? “*
Hehe…Bukan, CD beneran ini! Jadi nantinya CD ini akan digantung di tali sebagai penghalang gajah liar masuk kebun, di Cambodia gajah langsung menjauh melihat kilau-kilau CD ini diterpa matahari dan bunyi desirannya pada malam hari juga menghalau gajah liar kembali ke hutan. Tapi ini butuh banyaaaak CD bekas apalagi kalau panjang jalan masuknya sampai berkilo-kilo meter. Wuih! Itu hanya salah satu upaya yang patut dicoba, teman-teman juga sedang mengupayakan penanaman tanaman yang tidak disukai gajah jadi dia tak ingin mampir.
Kalau teman-teman ingin membantu Sang Raksasa yang baik hati ini, CD/VCD/DVD bekas bolehlah dikirim ke aku:
Merry
Edwar Manager
Fauna & Flora International-Sumatran Elephant Conservation Programme
Jl. Garuda No. 61A, Sei Sikambing B, Medan 20122
Phone: 061-8452203-8474934
Foto-foto dari Jambore Konservasi
15-18 Januari 2009
Ditulis dalam Perjalanan hijau-cinta rimba | 5 Komentar »
Aku benci. benci. Selalu kuhindari berita-berita mengerikan apalagi foto-foto Palestina. Tapi bisakah hati didustai? Email-email dari teman, saudara, berita yang walau tak ingin pasti kudengar juga, akhirnya...membuatku menulis ini.
Kenapa? Mungkin puisi ini jawabnya.
PUISI PAGI DI TANAH KONFLIK
Puisi pagi adalah salak senjata
jerit anak-anak dan wanita
Puisi pagi adalah elegi dan darah dan darah...
panas dan gerah
ketika kasih tak lagi punya makna
Puisi pagi adalah nyeri hati
dan diriku yang bisu, beku, kaku
sebab tak mampu melakukan apa
Tuhan, aku kehilangan kata
Tuhan aku kehabisan doa.
BNA-Kontak senjata, 4 July 2003
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=-W2XhbjAyZE&hl=en&fs=1]
Kutulis waktu konflik Aceh yang berdarah-darah, dibuat lagu oleh sohibku MT -- penulis dan seniman yang peduli soal-soal kemanusiaan. Sejujurnya, sisa trauma Aceh masih melekat di benak & hatiku. Makanya aku benci suara petasan yang di Medan sangat trend pada perayaan-perayaan tertentu. Mercon , mengingatkanku pada kontak senjata dan bom. Persis sama. Ketakutan dan penderitaan, mungkin sama, tapi Aceh alhamdulillah sudah damai, tapi saudara kita di Palestina masih mengalami kebiadaban yang nyata.
Aku benci karena aku cinta. Benci mendengar kekejaman & kebiadaban penjajahan Zionist Israel yang tak berakhir di Palestina.
Anehnya ada juga sesama saudara yang mengejek perjuangan rakyat Palestina, mengatakan mereka bodoh. Masya Allah. Seorang teman kemarin, bersitegang dengan seseorang--sebut saja orang hebat--yang mengatai rakyat Palestina itu bodoh karena melawan peluru dengan batu. Baru sekali itu kulihat temanku yang sangat santun & alim itu emosi, walau masih tetap dalam etika yang mantap. Perang Palestina bukan masalah agama tapi penindasan terhadap hak-hak kemanusiaan rakyat Palestina, yang dijajah Israel. Masyarakat Yahudipun banyak yang anti kepada paham Zionist Israel. Mereka malah bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Yahudi sendiri. Bacalah link ini agar kau tahu sejarahnya. Harun Yahya adalah ilmuwan terpercaya.
Mungkin aku sedikit sok tahu, tapi teman, kamu tidak akan pernah benar-benar mengerti apa yang dirasakan orang yang menderita terutama karena perang dan kebiadaban penjajahan, pelanggaran hak-hak kemanusiaan kalau kamu tidak di sana. Kamu hanya bisa bersimpati, berempati, tapi tidak akan pernah sama jika kamu mengalami sendiri, jadi sebaiknya jangan mencela, hatiku luka. Bukalah hati nurani.
Kamu tak akan tahu rasanya ketakutan, kelaparan, teror, dsb... jika tak pernah merasakan bagaimana rasanya harus lari, mengungsi, kelaparan, kedinginan, sakit, menyaksikan anak-anak, wanita, lelaki, siapa saja mati karena kebiadaban. Aku pernah merasakan sebagiannya.
Mungkin penderitaanku dulu waktu konflik Aceh tidak sebanding dengan apa yang dialami saudaraku di Palestina, tapi aku tahu bagaimana rasanya lari ditengah terjangan peluru. Harus tiarap ketika ada kontak senjata, pergi ke pantai dambaanmu, dan bertemu mayat. Atau tiba-tiba terbangun Subuh, di depan rumahmu orang membuang tubuh-tubuh tak dikenal, yang hancur, remuk. Dan melihat saudara dan temanmu sendiri di hajar orang-orang tak berperikemanusiaan. Itu baru sedikit. Belum lagi penindasaan, pemerkosaan, harta, tanah yang dijarah. Apa kau pernah mengalami itu? Dan tsunami misalnya, kamu tidak akan tahu bagaimana rasanya 'dihajar' tsunami kalau tak ada disitu. Jadi jangan mencela, mendingan diam kalau tak peduli! Hatiku sakit.
Waktu kutulis puisi ini:
Baru kumengerti
Baru kumengerti apa arti kebebasan, Tuhan
saat temui sepi pantai dambaku
tanpa badan-badan tak bertuan
sekarang kubisa berjalan, lepas berangan
Pasir tenang seolah lupa bahwa disini pernah dicampakkan
tubuh-tubuh tanpa tetanda
mereka menyebutnya OTK
gelombang telah menyapu bersih sisa darah, bahkan sisa benak
akankah ombak menghapus juga luka didada yang mendamba damai
dan tak hanya ada di negeri andai?
September 28, 2003
Temanku Titon Rahmawan yang membuat apresiasinya mengatakan bahwa itu kutulis terinspirasi dari berita Media. "Tidak Mas Titon," kataku padanya di email, "Itu aku alami sendiri, di Aceh."
Doa dan cinta buat Palestina. Semoga Allah memberi kita kekuatan lebih, mungkin tenaga, waktu, pikiran, harta untuk saudara...Mari kita bantu saudara meski harus "merangkul' setan Israel...(eits baca dulu linknya!). Bagi yang demo, demolah dengan cara-cara damai, jangan anarkis, sebab Islam itu rahmatalilalamin-rahmat untuk semesta alam. Tulisan Edward ini sangat menyentuh...
RB, 14 Januari 2009
Iseng
Anakku Naysa (dia sebut diri kadang Cica, kadang Adek) saat ini memang lagi lucu-lucunya, selain mulutnya yang nyerocos lucu banget, sebenarnya aksi, ekspresi & mimik mukanya lebih lucu lagi, sayang jarang sempat di shoot. Suka iseng, suka niruin kita, atau aksi di TV. Ada satu yang sempat aku shoot, dia abis mandi masih pakai handuk, lewat depan tv ada lagu langsung joget-joget, sampai handuknya lepas, tetep aja goyang kek striptis. Hihi gak berani upload takut kena pasal uu ite hehe…Ngerti atau belum, aku tetap memberitahu dia gak boleh nari-nari sambil telanjang dan ganti pakaian harus di kamar.
Tadi malam dia iseng niruin aku lagi cegukan, ngejek sambil angkat-angkat bahu bunyiin; ’iks…iks’ sampai miring ke belakang…hampir jatuh, hihi ”syukuriiin,” kataku, ”kualat kan Ca?!”
Ini obrolan dengan Nay beberapa waktu lalu (masih sedikit cadel sebenarnya, tapi transkripnya enggak):
Es krim rasa cabe
Kalau kelelahan pulang kantor, kadang aku tiduran di depan TV, maksudnya sih rehat sambil nemenin anak-anak hehe…padahal ngerock, eh ngorok..
Dalam upayanya mengajak Mama main, Nay berkali-kali menarik-narikku yang lagi nguantuk bangets. ”Ma, ayo dong banguuun, yo nari…..” sambil nyari-nyari TV yg ada lagu.
”Iya yo goyang, ” sambil tetap merem dan goyang-goyang tangan.
“Ya Mamaaa, jangan jari aja goyang, Ma..ayo dong,” Nay masih berusaha.
“Iya ayo, “ sambil tetep merem.
“Ma, mau es krim nggak? enak nih,“ kata Nay lagi.
“Mana?“ Sambil ngantuk, nyoba bangun dan mikir, barangkali makan es krim bisa bikin melek.
”Ini Mama coba rasa beri, ” kata Nay, ”huah enaaak.”
”Mau dong Nay, mana?” tanyaku sambil bangun.
“Bentar adek ambil dulu di kulkas, ada rasa coklat, rasa duren juga, Ma!”
Mama tidur lagi, nunggu.
“Ini Ma buka mulutnya, “ Nay pura-pura menyendokkan es krim ke mulutku.
“Yaaaa dek Nay, Mama kira beneren es krim! Hehe ternyata pura-pura aja? Jadi esnya gak ada?” kecele trus tidur lagi.
”Ini Ma yang beneran, buka mulutnya Ma, es krim rasa cabe!” Nay cemberut.
Mama bangun: Huhahahahahihiheheh takut dikasih es krim rasa cabe!
Yang manis, baru dia!
Sewaktu melihat-lihat buku gambar fauna:
” Ini Uqan”, kata Nay sambil nunjuk monyet
“Ini Mama,” sambil nunjuk ayam.
”Nah ini Cica yang cantik,” sambil nunjuk Kelinci.
Nasehat
Sambil nangis karena terjatuh waktu lari-lari: ”Nah kan jatuh Mama, lari-lari gak di rumput, lari di batu sih…!”, katanya padaku sambil hiks..hiks… Hehe padahal dia yang dinasehati barusan.
Suami
”Ini papaku, ” kataku pada Nay buat manas-manasin Nay sambil memeluk papanya.
”Bukan ini Papakuuu…,” katanya, sambil menarik dan memeluk Papanya.
”Oh iya, ya, ini emang Papa Nay, tapi suamiku,” kataku.
”Ini suamikuuu,” kata Nay.
*Mama bengong bin bingung gimana ya nerangin arti suami sama dia?*
Desember 29, 2008 oleh putirenobaiak
Buat seorang sahabat, tak kutulis namamu, takut tak berkenan
dia
fajar dan surya
cahaya
indah menggairah sunyi
harapan
memulai hari
penghangat embun
simfoni pagi
memukau
juga menyilau!
pada senja dia menjelma bianglala
kadang menitis pada putih camar yang kembara
ombak yang meghentak riak hati
gelisah
dia
cinta
kadang siksa
indah mengkristal
kadang ingin kutinggal
dia
rasa.
memabuk
juga menyejuk
dia melambungmu
juga melimbung!
kadang kurasakan dia melebur bergejolak di nadiku begitu dekat,
kadang pergi begitu jauh meninggalkan sunyi, gigil dan harap yang patah
meresah.
aku tak pernah sampai pada satu akhir tentangnya. kukira soalnya sederhana, hanya sapa, sedikit berita dari pengembara, meski satu kata. daripada diam tak kumengerti.
yang kutahu aku tentram bila kembali ke perjumpaan pertama
sederhana, namun indah. Merasakan saja, tanpa prasangka
dia ada, kelana, memang bukan untukku saja
banyak yang menunggunya
kau tahu
kini aku mengerti, bukan tentang dia yang meresah
namun tentang aku
derita
bahagia
adalah pilihan
cinta tak pernah memaksa
datang & pergi
yang sejati tertinggal tanpa perlu meminta
karenanya kupilih rumah cinta
dimana aku melebur
dan akan menerima dia
kalau dia menginginkannya
***
Sejak kamu minta aku menulis puisi tentang dia, teman, ku pakai saja istilahmu–Sang Pengembara—bukan namanya yang biasa, gambaran itu menari-nari di kepalaku, hingga akhirnya kutuliskan kini, meski semula kutolak menulisnya, sebab seperti kukatakan sejujurnya, kadang aku tidak mengenalnya. Entah puisikah ini atau bukan, yang jelas inilah yang kurasa tentang dia.
Ya terkadang, kurasakan dia hilang dan menyatu dengan semesta. Seperti yang kau katakan; “Banyak jiwa yang harus disentuh dan disapa sang pengembara,” Ah, aku harus menerimanya (kebenaran) walau kadang hati menderu, dia menyapa siapa saja, dan meninggalkan cinta, kadang kufikirkan, apakah dia juga meninggalkan luka pada pencinta, harap yang patah, pada senyumnya?
Kukatakan kadang aku tak mengertinya, teman, sebab aku orang biasa, mungkin mereka yang hebat sepertimu saja yang mampu. Maaf ini bukan sebuah sindiran, tapi apa adanya yang kurasakan. Lalu katamu; justru mereka yang bukan siapa-siapa yang mengenal dia. Semoga.
Terimakasih untuk kata-kata yang bijak, menentramkan. Akan kujaga jiwa dalam rumah cinta sebab disanalah bersemayam cahaya, seperti katamu. Berjuang untuk ridha & cinta, kesejatian yang hanya milikNya. Semoga bahagia dalam perjalanan kamu menikmati CintaNYA.
RumahCinta, 27 Desember 2008