Friday, January 23, 2009

Bagi CD dong

Bagi CD dong

mengenal-gajahsumatraWalaupun penangkapan terhadap gajah liar bukanlah pilihan, namun “kebijakan” itu terpaksa dilakukan pemerintah untuk mengatasi konflik gajah-manusia yang mulai merebak sejak tahun 1980-an, ketika hutan dataran rendah dibabat secara besar-besaran menjadi perkebunan, pemukimam, jalan, dsb. Sang Raksasa mulai kehilangan rumahnya. Hal itu terus berlanjut bertambah parah sampai saat ini: fragmentasi atau terpecah-pecahnya areal hutan , kerusakan habitat, dan berbagai kejahatan terhadap hutan seperti penebangan liar, perambahan, perburuan, dsb telah menimbulkan kerusakan terhadap hutan hujan kita dan tentu saja manusia. Bencana demi bencana begitu akrab dengan kita saat ini.

Sang Raksasa yang terlanjur “disekolahkan” di Pusat-pusat Konservasi Gajah di Sumatera seperti Lampung, Sumatera Selatan, Aceh, Riau, dll., ternyata menimbulkam masalah lain seperti besarnya biaya makanannya & kesehatan serta kurangnya aktivitas yang bisa membuat mereka tetap aktif, sehat dan bermanfaat.

Conservation Response Unit (CRU) adalah sebuah program yang digagas dan difasilitasi oleh Fauna & Flora International-Sumatran Elephant Conservation Programme sejak 2002. Konsep pemberdayaan gajah terlatih ini, adalah intervensi konservasi dengan menghubungkan konservasi in-situ (di habitat) dengan ex-situ (di luar habitat). Gajah dan mahout (perawat gajah) bekerjasama dengan masyarakat lokal, pemerintah dan NGO membantu melindungi hutan demi masa depan bumi.

Kolaborasi adalah suatu pilihan yang “harus” sebab dengan keterbatasan personil penjaga hutan dan dana, cukup sulit melindungi lebih dari 1 juta ha Taman Nasional Gunung Leuser misalnya, jika dikerjakan satu institusi saja. FFI-CRU, bekerjasama dengan dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Lesuer, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NAD serta Lembaga Pariwisata Tangkahan, bekerja di seputaran TNGL dengan aktivitas: patroli & monitoring, mitigasi konflik, education & Awareness, capacity building serta mendukung ekowisata.

Salah satu upaya mengatasi konflik gajah-manusia yang banyak terjadi di perbatasan Leuser, Tim CRU melakukan berbagai upaya & metode yang disesuaikan dengan sikon di daerah ybs (konflik sangat site specific). Selain bunyi-bunyian untuk menghalau gajah kembali ke habitatnya, satu teknik yang telah dicoba di daerah Damar Hitam, Sei Lepan, Langkat, Sumut, adalah dengan membuat penghalang di perbatasan antara kebun masyarakat dan hutantheo-latihan (jalan masuk gajah liar) dengan tali dan chili grease (cabe dan pelumas/gemuk bekas) untuk menghalangi gajah liar masuk ke kebun masyarakat. Namun dimusim hujan barrier ini cepat rusak.

Teman-temanku di CRU ingin mencoba metode yang pernah sukses dilakukan Tim FFI Cambodia yaitu dengan memakai CD bekas *“Hah? Gajah kok pakai CD? celana dalam? “*

Hehe…Bukan, CD beneran ini! Jadi nantinya CD ini akan digantung di tali sebagai penghalang gajah liar masuk kebun, di Cambodia gajah langsung menjauh melihat kilau-kilau CD ini diterpa matahari dan bunyi desirannya pada malam hari juga menghalau gajah liar kembali ke hutan. Tapi ini butuh banyaaaak CD bekas apalagi kalau panjang jalan masuknya sampai berkilo-kilo meter. Wuih! Itu hanya salah satu upaya yang patut dicoba, teman-teman juga sedang mengupayakan penanaman tanaman yang tidak disukai gajah jadi dia tak ingin mampir.

Kalau teman-teman ingin membantu Sang Raksasa yang baik hati ini, CD/VCD/DVD bekas bolehlah dikirim ke aku:

Merry

Edwar Manager

Fauna & Flora International-Sumatran Elephant Conservation Programme

Jl. Garuda No. 61A, Sei Sikambing B, Medan 20122

Phone: 061-8452203-8474934dscf47471

Foto-foto dari Jambore Konservasi

15-18 Januari 2009

WCS, SOS-OIC, FFI, UNESCO, LPT


No comments:

About Me

My photo
Welcome to my Blog.... Mom, kids lover, nature lover, Islam and peace lover, like to read, write, travel. Darussalam, Banda Aceh. Indonesia.