Friday, November 13, 2009

Posted by Picasa

Thursday, March 12, 2009

Menggapai Bahagia

melati-bali

”Apa sih ukuran kebahagiaan itu? Apakah kelimpahan materi, istri yang cantik, selalu shalat, atau apa? Aku tak tahu,” kata seorang teman suatu hari.

Bagi aku pertanyaan itu cukup mudah untuk dijawab, sebab jawabanku sederhana. Namun bagi orang lain bisa saja jadi rumit, seperti banyak hal di dunia fana ini, kebahagiaan adalah sesuatu yang relatif, yang senantiasa harus diusahakan.

”Bagiku kebahagiaan itu adalah berusaha setiap saat merasa nyaman dan damai dengan diriku dan membuat orang-orang yang aku cintai juga begitu.” Sepertinya agak ego, sebab buat orang-orang yang tidak aku cintai aku cenderung cuek...hehe...tapi setelah keluarga dan sahabat-sahabat terdekat, yang aku cintai termasuk orang-orang yang cinta damai, tak merasa ekslusif sendiri.

Beberapa kali ngobrol dengan Uur tentang orang-orang yang kadang menyebalkan, berusaha menimbulkan kesulitan dalam hidup orang lain karena iri dengki, ingin menjatuhkan, bahkan memfitnah, dsb...Aku menjawab, ”Anggaplah saja mereka hanya debu, yang akan luruh jika kau tepiskan.” Dan Uur menyambung, ”Iya Uni, akan bersih dengan wuhduk,”

Insya Allah ya adiak...Si abang juga sering menyuruhku berwudhuk kalau memang lagi butek. Keruh bak sungai di kota-kota besar, biasanya sih kalau PMS :D

Jika ukuran kebahagiaan adalah pemuasan ego dan nafsu, maka kamu tak akan pernah mendapatkannya.

RumahCinta-Ayahanda Medan, 2 Maret 2009

Tuesday, March 3, 2009

Walaupun kesal, berharaplah!

Walaupun kesal, berharaplah!

Bagaimana ya rakyat bisa tersentuh hatinya oleh iklan-iklan partai yang kebanyakan malah ‘mengotori’ pohon-pohon, tiang-tiang listrik, dinding-dinding–apa saja–di kota? Aku terganggu sekali oleh pemandangan itu. Alih-alih jadi tertarik, aku malah sebel ngeliat tampang entah siapa yang dipajang asal-asalan, dimana bisa nempel…Wajah-wajah yang kebanyakan tidak dikenal, tiba-tiba semua ingin jadi pahlawan pembela rakyat & tanah air. Tapi biasanya kalau orang yang ihklas berbuat memang tak butuh dikenal sih ya…Kalau perlu saat tangan kanan melakukan, tangan kiri tak perlu tahu dan sebaliknya, bukan?

Puncak kejengkelanku adalah tadi malam, baru saja pulas, tiba-tiba kaget sekali mendengar orang berteriak-teriak lewat jam 12.00 malam. Langsung aku, abang dan Ufi berlarian mengintip dari ruang tamu. Huh ternyata…pemuda yang nongkrong di salah satu rumah yang disewa partai dekat rumahku, mabuk-mabukan. Sudah beberapa kali aku ngomong ke suami, alih-alih mempesona rakyat, orang-orang itu malah memperburuk citra lembaganya sendiri. Bolehlah disebut oknum, tapi sejak rumah itu ada, aku sebel banget, mereka sering menyetel musik keras-keras seenaknya, menempel gambar-gambar partai ukuran besar di pagarku. Kemarin menempel poster jumbo size seenaknya di pohon mangga sehingga tukang sampah nggak bisa menjangkau sampah yang emang di gantung di situ agar tidak diobok-obok hewan. Sudah beberapa kali dibuka si abang, kemarin mereka tanya kenapa dibuka? Dasar gebleg, emangnya ada aturan mereka boleh seenaknya menempel-nempelin iklannya yang tak indah itu, tanpa izin lagi? Kapuyuak….aku tak tertarik sama sekali! Apalagi kalian membuat lingkungan jadi ribut.

Saat harus memilih sesuatu yang akan menentukan masa depanmu, namun pilihan itu tidak ada yang menyenangkan, haruskah memilih? Bah macam kawin paksa zaman Siti Nurbaya saja!

Satu hal yang selalu kulakukan setidaknya untuk menghibur diri sebagai rakyat negeri ini yang sering kecewa adalah, mengendalikan cara pandang, merubah kalau memang perlu, melihat dari hal-hal positif saja. Ketika misalnya politikus banyak yang bikin eneg, berharaplah bahwa selalu masih ada orang-orang yang jujur disana!

RumahCinta, 1-2 Maret 2009

5 Tanggapan ke “Walaupun kesal, berharaplah!”

Belajar berteman

Belajar berteman

Hah!? haree genee belajar berteman?

Dasar pertemanan bagiku adalah respek, menghargai seseorang sebagai manusia. Tak hanya dalam bercintaan, dalam pertemanan aku butuh chemistry yang memungkinkan bisa ’klik’ dengan seseorang, cewe ataupun cowo. Baru setelah itu kasih sayang hehe…Bukan bermaksud untuk ekslusif, tapi entahlah itu naluri saja sih, bisa saja saat pertama kenal seseorang aku langsung ingin menjauh, atau merasa senang.

Pernah aku menghindari teman sekamar di pelatihan yang benar-benar membuatku tidak nyaman, bicara banyak padahal baru kenal, tahu segalanya, plus lagi merokok di toilet, yang akhire aku usir secara halus agar merokok di teras hotel saja, aku bilang aku asma, padahal asmara hehe..sherly-dwi1

Tapi kalau chemistry-nya ’pas’ aku kadang bisa cuek kok dengan teman yang merokok atau banyak ngomong, aneh ya…

Nah ini salah satu teman baru yang ‘klik’ denganku, sayang Sherly harus kembali ke Manado. Duh Sher, sedih nggak jadi ketemu hari terakhir kamu di Medan. Aku udah nungguin di OIC, tapi kamu malah ngejar-ngejar pesawat! Tapi pizzanya enak lho, thanks hik..hiks…Moga kamu juga senang dengan pertemanan denganku, jangan lupa Camp CRU ya! Mbak Dwi! Kamu juga menyenangkan n funny!

Beberapa kali pernah aku tulis bahwa aku ini orang yang tidak gaul, aku agak gagap berteman jika itu dalam satu suasana baru, misalnya kopdar dengan teman-teman baru yang memang belum pernah aku kenal sebelumnya. Kata orang-orang dekatku sih aku ini sedang-sedang saja, tidak pendiam tidak juga ribut, tapi kata suami, aku bisa jadi pendiam kaya tembok kalau terjebak dalam suatu kerumunan yang tidak aku kenal, dan bisa juga jadi cerewet kalau dengan teman yang memang sudah dekat. Makanya aku mohon maaf banget buat teman-teman blogger Sumut yang suka mengundang kopdar, terutama Mas Said yang baik hati, duh aku jadi nggak enak banget, baru sekali bisa menghadiri. Selain sebagai mamak-mamak sok aktivis (basitungkin di kantor, lapangan dan rumah), aku memang gak gaul, gimana ya, maaf banget aku tak nyaman di tengah orang ramai. Pesta, pasar, livemusic, pokonya yang rame-rame, aku kurang suka.

Pekerjaanku belakangan ini memaksaku untuk belajar berteman, sebab sering sekali harus mengikuti program yang melibatkan orang banyak, harus presentasi, dsb. Aku hanya nyaman kalau harus berinteraksi dengan murid-murid TK/SD dan Guru, selain itu, kalau bisa memilih, aku lebih suka sendiri, atau mojok dengan beberapa orang saja. *Oh ternyata suka mojok* :D Kalau berdua sih maunya hanya dengan kekasih.

Bukan berarti aku gak suka berteman, aku senang kalau ada yang mau kenal, datang ke rumah atau ke kantor, sekedar ngobrol, ketawa, diskusi. Insya Allah aku akan sediakan waktu, sebab Tuhan memberikan waktu yang cukup.

foto729Temanku ini yang sudah kuanggap adik, juga salah seorang yang menginspirasi, membuat nyaman memulai hari, sebab dia sering mengirimiku hadis atau ayat Al-Quran via YM, (yang belum tentu sempat kubaca setiap hari-astagfirullah, ampuni aku Rabb…) sebagai pengingat bahwa masih ada Sang Maha Pencinta yang selalu melihat kita.

foto-feb-09-039Nah ini juga teman baru yang baik hati, paling sering bertemu di program konservasi orangutan. Hihi terakhir ketemu saling ledek: ”Yaaa dia lagi…dia lagi…”

Mas Paijo orang yang membumi, biasa kerja dengan masyarakat desa, suka senyum. Pinda Sianturi, juga tukang ketawa, muka damai deh. Kerjanya jauh di Dairi sono. Sesuai permintaan kelen nih aku pajang senyum damai sejagat! Peace!

Tak sempat tentunya kutulis tentang semua teman kali ini, yang jelas kalian semua baik, yang hanya kukenal online walau belum bertemu, rasanya belum ada yang pernah meninggalkan kata-kata buruk. Yah kalaupun ada nanti, aku anggap saja masukan positif dari sesama manusia. Bagiku internet hanyalah sebuah media, aku menghargai semua teman, silaturrahim, berkasih sayang sesama manusia (cieee :D ).

RumahCinta, Ayahanda Medan—24 February 2009

Notes:

basitungkin: sibuk sampai jungkirbalik (hah?! mungkinkah?) — Bahasa Minangkabau

kelen: kalian (Bahasa Medan)

Sunday, February 15, 2009

Usia

Usia

keluarga-sungayang-rev

Aku boleh tergeer-geer ketika ditanya seorang Ibu-ibu baru-baru ini: “Mau kemana dik? mau camping ya? kuliah dimana?” waktu melihat aku bawa ransel, nunggu teman mau bareng ke lapangan di terminal Pinang Baris.

Hihi aku senyum- senyum aja, kegeeran dikira masih kuliah, soalnya sudah jarang yang menyangka begitu, kalau disangka belum menikah cukup sering sih. Mungkin dia pikir perawan tuwir nih orang. Waktu di Aceh sebelum tsunami cukup sering kalau naik Bus Kampus ditanyain kuliah dimana?

Juga pengalaman yang bikin termehek-mehek (ikutan tipi), ditaksir, eh ditanya-tanyain apa bisa pdkt ke temanku waktu ke lapangan. 3 orang lagi. Ya ampyuun….Apa gak liat ukuranku aja udah menyaingi piaraan.

Aku bisa saja jadi gede rasa, tapi suer, akhir-akhir ini malah sering ingat bahwa aku itu sudah tuwex emak-emak, anak 3, satu sudah remaja malah, harus tahu diri, berubah menjadi bijaksana. *Ah, mungkinkah?* Yah walaupun, gak mau ngaku tua sih, seringnya merasa masih 20-an gitu loh Ih gak teu diri bangets yah.

Kata sohibku usia hanyalah angka, namun seiring berjalannya waktu sungguh usia membuatku berpikir akan banyak hal, terutama sekarang ketika si anak bujang sudah menjulang tinggi jauh melebihiku (ssst…sebenarnya karena mamanya pendek sih). Ada banyak pertanyaan muncul, misal:

Masihkah pantas aku menjawab, “ah…aku gak tahu banyak soal Islam”, atau tentang adat Minang Kabau tercinta, misalnya, jika ditanya. Berapa waktu yang telah lewat yang seharusnya bisa dimanfaatkan buat belajar, agamamu sendiri, adat negeri leluhurmu sendiri?

Apakah yang kulakukan selama ini sudah bermanfaat, apakah aku sudah bisa membuat orang-orang yang aku cintai bahagia, atau hanya aku saja yang dibahagiakan mereka?

Sejuta pertanyaan melekat di benakku. Belum lagi kegilaan untuk belajar banyak hal begitu menggebu saat ini. Rasanya ingin belajar semua yang menarik minatku (bahkan yg sebelumnya tak menarik seperti masak!), sementara kesibukan membuatku gak mungkin melakukan semuanya. Jadi ingat kayanya Dian pernah juga menulis tentang hal ini. Semakin tua semakin jadi minat belajarnya. Dan my love juga begitu, tambah tua tambah ingin belajar banyak hal, yang membuat kita kadang hanyut pada diskusi yang berapi-api, bersemangat maksudnya. Soalnya aku, semakin belajar semakin merasa bodoh!?

Ada satu hal yang aku ingat tentang umur ini. Sewaktu mau ikut rafting di Sungai Alas dulu (masih punya anak 1), temanku sempat menggoda: “Napa Kak? Kok ragu, gak berani ya?”

“Kalau ikut kata hati saja, berani aja sih friend, kataku. Cuma sejak punya anak, jujur aku jadi pengecut. Kamu tahu, aku bukan lagi remaja yang hanya mengikuti gejolak darahmuda, atau yang masih mencari jati diri, sekarang aku emak-emak, yang kalau mau melakukan sesuatu harus mikir panjang dulu. Aku tak perlu membuktikan apapun dengan sok-sokan berarung jeram di arus deras, lalu mati. “

Namun akhirnya aku ikut juga sih, tak bisa menolak godaan adrenalin hehe. Yang penting tidak takabur.

Sewaktu remaja, jangankan takut, terpikirpun tidak pada bahaya. Dulu aku sering berperahu ke tengah danau, atau laut, padahal gak bisa berenang. Atau ikut teman-teman kebut-kebutan, tak pernah terpikir bahayanya. Mungkin begitu juga yang dialami remajaku ya, si Ofai itu. Sekarang kena “karma” nya deh :D Sering cemas mikirin dia.

Dan kini aku terpaku pada satu hal: seharusnya semakin tua kita semakin bijak. Mudah-mudahan aku bisa ya…walau perlahan.

RuangBiru, 12 Februari 2009


Foto: keluargaku tercinta, jadul :)

Ditulis dalam Soliloqui | & Komentar

Sunday, February 1, 2009

Senyum kemarin

Senyum kemarin

ke-camp

Mama iseng & ekor

“Melihat-lihat gambar gajah yang difoto dari belakang, Naysa (Cica) bilang:

“Ma, gajah nggak punya pantat ya, tapi ekor. Kalo Cica gak punya ekor, mama juga kan?”

“Pantat gajah ada Ca, ini, ” sambil nunjuk gambar gajahnya, “ekor juga.”

“Mama gak punya ekor Ca, tapi Bang Uqan ada tuh.”

“Bang Uqaaaan! liat dong ekornya?” Naysa pergi untuk melihat dimana ekor Bang Uqan.

“Halah Mama, ngajarin anak yang bener ya!,” dipelototin Papa.

Aku emang suka banget ngisengin anak-anak, biasanyanya sih untuk merangsang pikirannya, lalu setelah itu baru kuberitahu apa yang aku maksud :D

Kusikat kau

Anakku Uqan hobi banget nyanyi, tapi kadang-kadang liriknya rada aneh dan lucu. Salah satunya kemarin:

“…Kau hancurkan aku dengan sikat…muuuu….

…Cinta ini membunuhku…” Bang Uqan dengan suaranya yang serak, seksi sih menurutku :) )

“Yaa ampyuun Bang Uqaaaan, bikin marah D. Massive aja nih anak, hehe…sikap Qan, bukan sikat, sikat gigi kaleee,” kataku.

“Sikap itu apa artinya Ma?” mulai deh kotbah Mama.

*Salah siapa ya anak-anak jadi suka nyanyiin lagu orang dewasa?* Yang pasti untuk Uqan, salah Mama-Papanya lah ya..

Anjing biru

Mendengar salak anjing di gang sebelah:

“Suara apa tuh Ca?” tanyaku.

“Anjing Ma, guk guk, guk,” Nay menirukan suaranya.

“Cica pernah ketemu anjing itu gak?”

“Pernah Ma, waktu kemarin jalan-jalan naik sepeda sama Papa.”

“O ya? anjingnya cantik? berapa ekor? suaranya gede tuh!”

“Cantik Ma, warnanya biru, dua Ma!”

“Biru?” kaya langit itu?” Mama sambil nunjuk langit sore yang kebetulan biru cerah.

“Iya, Ma, anjingnya senyum sama Cica, kaya gini,” Cica senyum tanpa kelihatan giginya. Lucu banget.

Lalu dia melanjutkan cerita dengan lebih heboh, menuangkan khayalan bocahnya, anjingnya bahkan bisa menari segala.

Belajar dari anak pertama dan kedua, kudasari bahwa mendidik anak tak butuh waktu khusus, sejalan saja dengan aktivitas yang kita lakukan, kalau bisa libatkan dia dalam kegiatan kita (yang memungkinkan loh, bukan kegiatan “private” dengan ayahnya hehe), itulah waktunya belajar. Apalagi bagi orangtua yang sangat sibuk, kek Mama Cica yang sok aktipis itu harus pandai memanfaatkan waktu bersama.

Anakku Ufi dulu bahkan nggak sadar waktu kuajari membaca, usia 3 tahun sudah lancar, tapi gak dipaksa sih, sambil main-main saja. Berhitungpun begitu, kadang kalau lagi masak dia mau ikutan bantu, aku suruh menghitung buah, sayur, dsb. Tapi waktu itu aku berhenti kerja, jadi full time mother…hiks..hiks…sekarang aku Ibu yang payah, sering kerja diluar rumah.

Tuesday, January 27, 2009

Tamanku pagi tadi

dscf3228

tak bosan kutulis tentang mawar & embun

yang mengukir senyum

dan melati

mewangi hati

masih kusenandungkan tentang matahari

yang menghangatkan kabut memagut mimpi

dan kau disana

bercahaya

Friday, January 23, 2009

Bagi CD dong

Bagi CD dong

mengenal-gajahsumatraWalaupun penangkapan terhadap gajah liar bukanlah pilihan, namun “kebijakan” itu terpaksa dilakukan pemerintah untuk mengatasi konflik gajah-manusia yang mulai merebak sejak tahun 1980-an, ketika hutan dataran rendah dibabat secara besar-besaran menjadi perkebunan, pemukimam, jalan, dsb. Sang Raksasa mulai kehilangan rumahnya. Hal itu terus berlanjut bertambah parah sampai saat ini: fragmentasi atau terpecah-pecahnya areal hutan , kerusakan habitat, dan berbagai kejahatan terhadap hutan seperti penebangan liar, perambahan, perburuan, dsb telah menimbulkan kerusakan terhadap hutan hujan kita dan tentu saja manusia. Bencana demi bencana begitu akrab dengan kita saat ini.

Sang Raksasa yang terlanjur “disekolahkan” di Pusat-pusat Konservasi Gajah di Sumatera seperti Lampung, Sumatera Selatan, Aceh, Riau, dll., ternyata menimbulkam masalah lain seperti besarnya biaya makanannya & kesehatan serta kurangnya aktivitas yang bisa membuat mereka tetap aktif, sehat dan bermanfaat.

Conservation Response Unit (CRU) adalah sebuah program yang digagas dan difasilitasi oleh Fauna & Flora International-Sumatran Elephant Conservation Programme sejak 2002. Konsep pemberdayaan gajah terlatih ini, adalah intervensi konservasi dengan menghubungkan konservasi in-situ (di habitat) dengan ex-situ (di luar habitat). Gajah dan mahout (perawat gajah) bekerjasama dengan masyarakat lokal, pemerintah dan NGO membantu melindungi hutan demi masa depan bumi.

Kolaborasi adalah suatu pilihan yang “harus” sebab dengan keterbatasan personil penjaga hutan dan dana, cukup sulit melindungi lebih dari 1 juta ha Taman Nasional Gunung Leuser misalnya, jika dikerjakan satu institusi saja. FFI-CRU, bekerjasama dengan dengan Balai Besar Taman Nasional Gunung Lesuer, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NAD serta Lembaga Pariwisata Tangkahan, bekerja di seputaran TNGL dengan aktivitas: patroli & monitoring, mitigasi konflik, education & Awareness, capacity building serta mendukung ekowisata.

Salah satu upaya mengatasi konflik gajah-manusia yang banyak terjadi di perbatasan Leuser, Tim CRU melakukan berbagai upaya & metode yang disesuaikan dengan sikon di daerah ybs (konflik sangat site specific). Selain bunyi-bunyian untuk menghalau gajah kembali ke habitatnya, satu teknik yang telah dicoba di daerah Damar Hitam, Sei Lepan, Langkat, Sumut, adalah dengan membuat penghalang di perbatasan antara kebun masyarakat dan hutantheo-latihan (jalan masuk gajah liar) dengan tali dan chili grease (cabe dan pelumas/gemuk bekas) untuk menghalangi gajah liar masuk ke kebun masyarakat. Namun dimusim hujan barrier ini cepat rusak.

Teman-temanku di CRU ingin mencoba metode yang pernah sukses dilakukan Tim FFI Cambodia yaitu dengan memakai CD bekas *“Hah? Gajah kok pakai CD? celana dalam? “*

Hehe…Bukan, CD beneran ini! Jadi nantinya CD ini akan digantung di tali sebagai penghalang gajah liar masuk kebun, di Cambodia gajah langsung menjauh melihat kilau-kilau CD ini diterpa matahari dan bunyi desirannya pada malam hari juga menghalau gajah liar kembali ke hutan. Tapi ini butuh banyaaaak CD bekas apalagi kalau panjang jalan masuknya sampai berkilo-kilo meter. Wuih! Itu hanya salah satu upaya yang patut dicoba, teman-teman juga sedang mengupayakan penanaman tanaman yang tidak disukai gajah jadi dia tak ingin mampir.

Kalau teman-teman ingin membantu Sang Raksasa yang baik hati ini, CD/VCD/DVD bekas bolehlah dikirim ke aku:

Merry

Edwar Manager

Fauna & Flora International-Sumatran Elephant Conservation Programme

Jl. Garuda No. 61A, Sei Sikambing B, Medan 20122

Phone: 061-8452203-8474934dscf47471

Foto-foto dari Jambore Konservasi

15-18 Januari 2009

WCS, SOS-OIC, FFI, UNESCO, LPT


Tuesday, January 13, 2009

Doa saja tak cukup...

Aku benci. benci. Selalu kuhindari berita-berita mengerikan apalagi foto-foto Palestina. Tapi bisakah hati didustai? Email-email dari teman, saudara, berita yang walau tak ingin pasti kudengar juga, akhirnya...membuatku menulis ini.

Kenapa? Mungkin puisi ini jawabnya.

PUISI PAGI DI TANAH KONFLIK

Puisi pagi adalah salak senjata
jerit anak-anak dan wanita

Puisi pagi adalah elegi dan darah dan darah...
panas dan gerah
ketika kasih tak lagi punya makna

Puisi pagi adalah nyeri hati
dan diriku yang bisu, beku, kaku
sebab tak mampu melakukan apa

Tuhan, aku kehilangan kata
Tuhan aku kehabisan doa.

BNA-Kontak senjata, 4 July 2003

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=-W2XhbjAyZE&hl=en&fs=1]

Kutulis waktu konflik Aceh yang berdarah-darah, dibuat lagu oleh sohibku MT -- penulis dan seniman yang peduli soal-soal kemanusiaan. Sejujurnya, sisa trauma Aceh masih melekat di benak & hatiku. Makanya aku benci suara petasan yang di Medan sangat trend pada perayaan-perayaan tertentu. Mercon , mengingatkanku pada kontak senjata dan bom. Persis sama. Ketakutan dan penderitaan, mungkin sama, tapi Aceh alhamdulillah sudah damai, tapi saudara kita di Palestina masih mengalami kebiadaban yang nyata.

Aku benci karena aku cinta. Benci mendengar kekejaman & kebiadaban penjajahan Zionist Israel yang tak berakhir di Palestina.

Anehnya ada juga sesama saudara yang mengejek perjuangan rakyat Palestina, mengatakan mereka bodoh. Masya Allah. Seorang teman kemarin, bersitegang dengan seseorang--sebut saja orang hebat--yang mengatai rakyat Palestina itu bodoh karena melawan peluru dengan batu. Baru sekali itu kulihat temanku yang sangat santun & alim itu emosi, walau masih tetap dalam etika yang mantap. Perang Palestina bukan masalah agama tapi penindasan terhadap hak-hak kemanusiaan rakyat Palestina, yang dijajah Israel. Masyarakat Yahudipun banyak yang anti kepada paham Zionist Israel. Mereka malah bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Yahudi sendiri. Bacalah link ini agar kau tahu sejarahnya. Harun Yahya adalah ilmuwan terpercaya.

Mungkin aku sedikit sok tahu, tapi teman, kamu tidak akan pernah benar-benar mengerti apa yang dirasakan orang yang menderita terutama karena perang dan kebiadaban penjajahan, pelanggaran hak-hak kemanusiaan kalau kamu tidak di sana. Kamu hanya bisa bersimpati, berempati, tapi tidak akan pernah sama jika kamu mengalami sendiri, jadi sebaiknya jangan mencela, hatiku luka. Bukalah hati nurani.

Kamu tak akan tahu rasanya ketakutan, kelaparan, teror, dsb... jika tak pernah merasakan bagaimana rasanya harus lari, mengungsi, kelaparan, kedinginan, sakit, menyaksikan anak-anak, wanita, lelaki, siapa saja mati karena kebiadaban. Aku pernah merasakan sebagiannya.

Mungkin penderitaanku dulu waktu konflik Aceh tidak sebanding dengan apa yang dialami saudaraku di Palestina, tapi aku tahu bagaimana rasanya lari ditengah terjangan peluru. Harus tiarap ketika ada kontak senjata, pergi ke pantai dambaanmu, dan bertemu mayat. Atau tiba-tiba terbangun Subuh, di depan rumahmu orang membuang tubuh-tubuh tak dikenal, yang hancur, remuk. Dan melihat saudara dan temanmu sendiri di hajar orang-orang tak berperikemanusiaan. Itu baru sedikit. Belum lagi penindasaan, pemerkosaan, harta, tanah yang dijarah. Apa kau pernah mengalami itu? Dan tsunami misalnya, kamu tidak akan tahu bagaimana rasanya 'dihajar' tsunami kalau tak ada disitu. Jadi jangan mencela, mendingan diam kalau tak peduli! Hatiku sakit.

Waktu kutulis puisi ini:

Baru kumengerti

Baru kumengerti apa arti kebebasan, Tuhan
saat temui sepi pantai dambaku
tanpa badan-badan tak bertuan
sekarang kubisa berjalan, lepas berangan

Pasir tenang seolah lupa bahwa disini pernah dicampakkan
tubuh-tubuh tanpa tetanda
mereka menyebutnya OTK
gelombang telah menyapu bersih sisa darah, bahkan sisa benak
akankah ombak menghapus juga luka didada yang mendamba damai
dan tak hanya ada di negeri andai?

September 28, 2003

Temanku Titon Rahmawan yang membuat apresiasinya mengatakan bahwa itu kutulis terinspirasi dari berita Media. "Tidak Mas Titon," kataku padanya di email, "Itu aku alami sendiri, di Aceh."

Doa dan cinta buat Palestina. Semoga Allah memberi kita kekuatan lebih, mungkin tenaga, waktu, pikiran, harta untuk saudara...Mari kita bantu saudara meski harus "merangkul' setan Israel...(eits baca dulu linknya!). Bagi yang demo, demolah dengan cara-cara damai, jangan anarkis, sebab Islam itu rahmatalilalamin-rahmat untuk semesta alam. Tulisan Edward ini sangat menyentuh...

RB, 14 Januari 2009

Wednesday, January 7, 2009

My funny Nay

Iseng

Anakku Naysa (dia sebut diri kadang Cica, kadang Adek) saat ini memang lagi lucu-lucunya, selain mulutnya yang nyerocos lucu banget, sebenarnya aksi, ekspresi & mimik mukanya lebih lucu lagi, sayang jarang sempat di shoot. Suka iseng, suka niruin kita, atau aksi di TV. Ada satu yang sempat aku shoot, dia abis mandi masih pakai handuk, lewat depan tv ada lagu langsung joget-joget, sampai handuknya lepas, tetep aja goyang kek striptis. Hihi gak berani upload takut kena pasal uu ite hehe…Ngerti atau belum, aku tetap memberitahu dia gak boleh nari-nari sambil telanjang dan ganti pakaian harus di kamar.

Tadi malam dia iseng niruin aku lagi cegukan, ngejek sambil angkat-angkat bahu bunyiin; ’iks…iks’ sampai miring ke belakang…hampir jatuh, hihi ”syukuriiin,” kataku, ”kualat kan Ca?!”

Ini obrolan dengan Nay beberapa waktu lalu (masih sedikit cadel sebenarnya, tapi transkripnya enggak):

Es krim rasa cabe

Kalau kelelahan pulang kantor, kadang aku tiduran di depan TV, maksudnya sih rehat sambil nemenin anak-anak hehe…padahal ngerock, eh ngorok..

Dalam upayanya mengajak Mama main, Nay berkali-kali menarik-narikku yang lagi nguantuk bangets. ”Ma, ayo dong banguuun, yo nari…..” sambil nyari-nyari TV yg ada lagu.

”Iya yo goyang, ” sambil tetap merem dan goyang-goyang tangan.

“Ya Mamaaa, jangan jari aja goyang, Ma..ayo dong,” Nay masih berusaha.

“Iya ayo, “ sambil tetep merem.

“Ma, mau es krim nggak? enak nih,“ kata Nay lagi.

“Mana?“ Sambil ngantuk, nyoba bangun dan mikir, barangkali makan es krim bisa bikin melek.

”Ini Mama coba rasa beri, ” kata Nay, ”huah enaaak.”

”Mau dong Nay, mana?” tanyaku sambil bangun.

“Bentar adek ambil dulu di kulkas, ada rasa coklat, rasa duren juga, Ma!”

Mama tidur lagi, nunggu.

“Ini Ma buka mulutnya, “ Nay pura-pura menyendokkan es krim ke mulutku.

“Yaaaa dek Nay, Mama kira beneren es krim! Hehe ternyata pura-pura aja? Jadi esnya gak ada?” kecele trus tidur lagi.

”Ini Ma yang beneran, buka mulutnya Ma, es krim rasa cabe!” Nay cemberut.

Mama bangun: Huhahahahahihiheheh takut dikasih es krim rasa cabe!

Yang manis, baru dia!

Sewaktu melihat-lihat buku gambar fauna:

” Ini Uqan”, kata Nay sambil nunjuk monyet

“Ini Mama,” sambil nunjuk ayam.

”Nah ini Cica yang cantik,” sambil nunjuk Kelinci.

Nasehat

Sambil nangis karena terjatuh waktu lari-lari: ”Nah kan jatuh Mama, lari-lari gak di rumput, lari di batu sih…!”, katanya padaku sambil hiks..hiks… Hehe padahal dia yang dinasehati barusan.

Suami

”Ini papaku, ” kataku pada Nay buat manas-manasin Nay sambil memeluk papanya.

”Bukan ini Papakuuu…,” katanya, sambil menarik dan memeluk Papanya.

”Oh iya, ya, ini emang Papa Nay, tapi suamiku,” kataku.

”Ini suamikuuu,” kata Nay.

*Mama bengong bin bingung gimana ya nerangin arti suami sama dia?*

Ditulis dalam My homey jokes

Monday, January 5, 2009

Tentang pengembara

Tentang pengembara

Buat seorang sahabat, tak kutulis namamu, takut tak berkenan :)

dia

fajar dan surya

cahaya

indah menggairah sunyi

harapan

memulai hari

penghangat embun

simfoni pagi

memukau

juga menyilau!

pada senja dia menjelma bianglala

kadang menitis pada putih camar yang kembara

ombak yang meghentak riak hati

gelisah

dia

cinta

kadang siksa

indah mengkristal

kadang ingin kutinggal

dia

rasa.

memabuk

juga menyejuk

dia melambungmu

juga melimbung!

kadang kurasakan dia melebur bergejolak di nadiku begitu dekat,

kadang pergi begitu jauh meninggalkan sunyi, gigil dan harap yang patah

meresah.

aku tak pernah sampai pada satu akhir tentangnya. kukira soalnya sederhana, hanya sapa, sedikit berita dari pengembara, meski satu kata. daripada diam tak kumengerti.

yang kutahu aku tentram bila kembali ke perjumpaan pertama

sederhana, namun indah. Merasakan saja, tanpa prasangka

dia ada, kelana, memang bukan untukku saja

banyak yang menunggunya

kau tahu

kini aku mengerti, bukan tentang dia yang meresah

namun tentang aku

derita

bahagia

adalah pilihan

cinta tak pernah memaksa

datang & pergi

yang sejati tertinggal tanpa perlu meminta

karenanya kupilih rumah cinta

dimana aku melebur

dan akan menerima dia

kalau dia menginginkannya

***

Sejak kamu minta aku menulis puisi tentang dia, teman, ku pakai saja istilahmu–Sang Pengembara—bukan namanya yang biasa, gambaran itu menari-nari di kepalaku, hingga akhirnya kutuliskan kini, meski semula kutolak menulisnya, sebab seperti kukatakan sejujurnya, kadang aku tidak mengenalnya. Entah puisikah ini atau bukan, yang jelas inilah yang kurasa tentang dia.

Ya terkadang, kurasakan dia hilang dan menyatu dengan semesta. Seperti yang kau katakan; “Banyak jiwa yang harus disentuh dan disapa sang pengembara,” Ah, aku harus menerimanya (kebenaran) walau kadang hati menderu, dia menyapa siapa saja, dan meninggalkan cinta, kadang kufikirkan, apakah dia juga meninggalkan luka pada pencinta, harap yang patah, pada senyumnya?

Kukatakan kadang aku tak mengertinya, teman, sebab aku orang biasa, mungkin mereka yang hebat sepertimu saja yang mampu. Maaf ini bukan sebuah sindiran, tapi apa adanya yang kurasakan. Lalu katamu; justru mereka yang bukan siapa-siapa yang mengenal dia. Semoga.

Terimakasih untuk kata-kata yang bijak, menentramkan. Akan kujaga jiwa dalam rumah cinta sebab disanalah bersemayam cahaya, seperti katamu. Berjuang untuk ridha & cinta, kesejatian yang hanya milikNya. Semoga bahagia dalam perjalanan kamu menikmati CintaNYA.

RumahCinta, 27 Desember 2008

About Me

My photo
Welcome to my Blog.... Mom, kids lover, nature lover, Islam and peace lover, like to read, write, travel. Darussalam, Banda Aceh. Indonesia.